Sunday, October 22, 2017

Hadist jual beli dan riba

HADIST EKONOMI "HADIST JUAL BELI DAN RIBA”



HADIST EKONOMI "HADIST JUAL BELI DAN RIBA”
NAMA : AMBRAN DIGAS RENANDO
NIM : 931405116
Hadist Jual Beli dan riba
A.    Pengertian Jual Beli
Kata jual beli berasal dari bahasa Arab, jual pada bahasa arab dikenal dengan istilah al-bay’dari ba’a-yabi’u yang berarti menjual. Dan kata beli yaitu al-syira dari kata syara yang berarti membeli. Secara etimologi, jual beli diartikan sebagai pertukaran sesuatu dengan yang lain atau memberikan sesuatu untuk menukarkan sesuatu yang lain.[1]
Definisi jual beli sejalan dengan firman Allah bahwa jual beli harus didasarkan pada keinginan sendiri dan atas dasar suka sama suka, sesuai dengan firman Allah dalam surah al-Nisa ayat 29 :
       “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”[2]
       Ulama memiliki perbedaan pendapat tentang definisi jual beli, Hanafiyah mendifinisikan jual beli dengan dua definisi :
“Saling menukar harta dengan harta melalui cara tertentu.”
“Tukar menukar sesuatu yang diinginkan dengan yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat”
       Dari dua argumen tersebut terkandung pengertian bahwa cara khusus melalui ijab (ungkapan membeli dari pembeli) dan qabul (pernyataan menjual dari penjual), harta yang diperjualbelikan harus bermanfaat bagi manusia jika harta yang diperjualbelikan tidak bermanfaat, jual beli dianggap tidak sah.
       Definisi lain yang dikemukakan ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah. Menurut ketiga Mazhab tersebut jual beli adalah :
“Saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik dan pemilikan
       Terdapat penekanan kepada kata milik dan pemilikan, karena ada juga tukar menukar harta yang sifatnya tidak harus dimiliki seperti sewa-menyewa. Jual beli diartikan dengan menukar barang dengan barang atau barang dengan barang, dengan jalan melepaskan hak milik dari seseorang terhadap orang lainnya atas dasar kerelaan kedua belah pihak. Jual beli dapat diartikan sebagai pertukaran harta antara dua pihak atas dasar saling rela dan memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan yaitu berupa alat tukar yang diakui sah dalam lalu lintas perdagangan.[3]
B.  Transaksi yang diharamkan
1.      Menjual barang yang sudah dibeli atau ditawar orang lain
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَبِيعُ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ أَخِيهِ
“'Abdullah bin 'Umar radliallahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah sebagian dari kalian membeli apa yang dibeli (sedang ditawar) oleh saudaranya".[4]
2.      Minuman keras dan sejenisnya (Narkoba)
حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ خَالِدٍ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ سُلَيْمَانَ الْأَعْمَشِ سَمِعْتُ أَبَا الضُّحَى يُحَدِّثُ عَنْ مَسْرُوقٍ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ
لَمَّا أُنْزِلَتْ الْآيَاتُ الْأَوَاخِرُ مِنْ سُورَةِ الْبَقَرَةِ خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَلَاهُنَّ فِي الْمَسْجِدِ فَحَرَّمَ التِّجَارَةَ فِي الْخَمْرِ
“Abu Adluha bercerita dari Masruq dari Aisyah dia berkata; Tatkala turun beberapa ayat terakhir dari surat Al Baqarah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar lalu membacakannya di masjid. Kemudian beliau mengharamkan jual beli minuman keras.”[5]
3.      Barang najis
حَدَّثَنَا سُرَيْجٌ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ أَخْبَرَنَا خَالِدٌ لْحَذَّاءُ عَنْ بَرَكَةَ بْنِ الْعُرْيَانِ الْمُجَاشِعِيِّ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ يُحَدِّثُ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ حُرِّمَتْ عَلَيْهِمْ الشُّحُومُ فَبَاعُوهَا وَأَكَلُوا أَثْمَانَهَا وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا حَرَّمَ أَكْلَ شَيْءٍ حَرَّمَ ثَمَنَهُ
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Semoga Allah melaknat kaum Yahudi. Telah diharamkan lemak atas mereka, namun mereka menjualnya dan memakan harganya (hasil penjualan). Dan sesungguhnya Allah 'azza wajalla apabila mengharamkan memakan sesuatu, maka Dia pun mengharamkan juga harganya (hasil penjualannya)."[6]
4.      Gharar yaitu jual beli yang tidak jelas, mengandung unsur ketidakpstian/spekulasi, dan penipuan.
أَخْبَرَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبُو الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
“dari Abu Hurairah, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang dari menjual dengan cara hashah (jual beli, dan jual beli gharar (tidak jelas)."[7]
a.       Hashat yaitu jual beli yang tidak jelas luasnya, dengan cara melelpar hashat (batu kecil) pada tempat batu itu jatuh, itulah tanah yang terjual. Model ini dilarang karena mengandung unsur ketidakpastian atau spekulasi.
و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ وَيَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ وَأَبُو أُسَامَةَ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ ح و حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَاللَّفْظُ لَهُ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ حَدَّثَنِي أَبُو الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Idris dan Yahya bin Sa'id serta Abu Usamah dari Ubaidillah. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb sedangkan lafazh darinya, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id dari 'Ubaidillah telah menceritakan kepada kami Abu Az Zinad dari Al A'raj dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang jual beli dengan cara hashah (yaitu: jual beli dengan melempar kerikil) dan cara lain yang mengandung unsur penipuan.[8]
b.      Nitaj yaitu jual beli hasil binatang ternak sebelum memberikan hasil, misalnya jual beli susu yang masih berada dalam kantong. Model ini juga dilarang karena mengandung unsur ketidakpastian atau spekulasi.
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ أَخْبَرَنِي نَافِعٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
كَانَ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ يَتَبَايَعُونَ لُحُومَ الْجَزُورِ إِلَى حَبَلِ الْحَبَلَةِ قَالَ وَحَبَلُ الْحَبَلَةِ أَنْ تُنْتَجَ النَّاقَةُ مَا فِي بَطْنِهَا ثُمَّ تَحْمِلَ الَّتِي نُتِجَتْ فَنَهَاهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ
"Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami Yahya dari 'Ubaidullah telah mengabarkan kepada Nafi' dari Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma berkata; Dahulu orang-orang jahiliyyah menjual daging anak unta yang masih dalam kandungan. Dia berkata; Yang dimaksud dengan habalul habalah adalah unta dibeli berupa apa yang ada dalam kandungannya kemudian unta tersebut mengandung apa yang diperjual belikan itu, maka kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang praktek jual beli seperti itu."[9]
c.       Mulamasah dan Munabadzah
Mulamasah adalah si penjual dan pembeli menyentuh pakaian yang dijual atau barangnya tanpa perlu memeriksa atau membukanya. Dan Munabadzah adalah penjual menjajakan pakaian yang dimiliki untuk dijual dan pembeli tidak memegang atau melihat barang tersebut. Dengan demikian, diharamkan jual beli apapun jika pembeli tidak bisa memeriksa barang tersebut karena ditakutkan akan timbulnya kecurangan dari pihak penjual.[10]
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى بْنِ حَبَّانَ وَعَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ الْمُلَامَسَةِ وَالْمُنَابَذَةِ
"Telah menceritakan kepada kami Isma'il berkata, telah menceritakan kepada Malik dari Muhammad bin Yahya bin Habban dan dari Abu Az Zanad dari Al A'raj dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang mulamasah dan munabadzah".[11]
d.      Muhaqolah dan Muzabanah
Muhaqolah yaitu jual beli tanaman yang belum dituai atau panen, dan muzabanah yaitu jual beli kurma yang masih ada dipohonnya. Model ini juga dilarang karena mengandung unsur ketidakpastian atau spekulasi
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الشَّيْبَانِيِّ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْمُحَاقَلَةِ وَالْمُزَابَنَةِ
“Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dari Asy-Syaibaniy dari 'Ikrimah dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma berkata; "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang Al Muhaqalah (jual beli buah yang masih ditangkai dengan gandum) dan Al Muzabanah (jual beli kurma yang masih dipohon dengan kurma yang sudah dipetik).”[12]
e.       Mukhadarah yaitu kurma hijau atau yang belum tampak matangnya. Model ini dilarang karena mengandung unsur ketidakpastian atau spekulasi.
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ وَهْبٍ حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ يُونُسَ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي قَالَ حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ بْنُ أَبِي طَلْحَةَ الْأَنْصَارِيُّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْمُحَاقَلَةِ وَالْمُخَاضَرَةِ وَالْمُلَامَسَةِ وَالْمُنَابَذَةِ وَالْمُزَابَنَةِ
Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Wahab telah menceritakan kepada kami 'Umar bin Yunus berkata, telah menceritakan kepada Ishaq bin Abi Tholhah Al Anshari dari Anas bin Malik radliallahu 'anhu bahwa dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang dari Al Muhaaqalah (jual beli buah yang masih ditangkai dengan gandum), Al Mukhodharoh (jual beli buah atau biji-bijian sebelum matang), Al Mulaamasah (terjadi jual beli jika calon pembeli memegang barang dagangan), Al Munaabadzah (jual beli dengan melempar barang dagangan) dan Al Muzaabanah (jual beli kurma yang masih dipohon dengan kurma yang sudah dipetik)."[13]
f.        Habalil habalah adalah jual beli anak unta yang masih didalam perut, dan akan dibayar juka unta tersebut melahirkan dengan jenis kelamin tertentu.
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ أَخْبَرَنِي نَافِعٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
كَانَ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ يَتَبَايَعُونَ لُحُومَ الْجَزُورِ إِلَى حَبَلِ الْحَبَلَةِ قَالَ وَحَبَلُ الْحَبَلَةِ أَنْ تُنْتَجَ النَّاقَةُ مَا فِي بَطْنِهَا ثُمَّ تَحْمِلَ الَّتِي نُتِجَتْ فَنَهَاهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ
"Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami Yahya dari 'Ubaidullah telah mengabarkan kepada Nafi' dari Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma berkata; Dahulu orag-orang jahiliyyah menjual daging anak unta yang masih dalam kandungan. Dia berkata; Yang dimaksud dengan habalul habalah adalah unta dibeli berupa apa yang ada dalam kandungannya kemudian unta tersebut mengandung apa yang diperjual belikan itu, maka kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang praktek jual beli seperti itu."[14]
g.      Talqi jalab adalah petani membawa hasil panen kekota, kemudian orang kota menjual dengan harga yang ditetapkan sendiri. Jual beli ini dilarang karena dapat mengakibatkan pemasok tunggal, karena itu harus dijual dipasar terbuka.
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا جُوَيْرِيَةُ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
كُنَّا نَتَلَقَّى الرُّكْبَانَ فَنَشْتَرِي مِنْهُمْ الطَّعَامَ فَنَهَانَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَبِيعَهُ حَتَّى يُبْلَغَ بِهِ سُوقُ الطَّعَامِ
قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ هَذَا فِي أَعْلَى السُّوقِ يُبَيِّنُهُ حَدِيثُ عُبَيْدِ اللَّهِ
“Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il telah menceritakan kepada kami Juwairiyah berkata, dari Nafi' dari 'Abdullah radliallahu 'anhu berkata: "Kami dahulu biasa menyongsong kafilah dagang lalu kami membeli makanan. Maka kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang kami membelinya hingga makanan tersebut sampai di pasar makanan". Berkata, Abu 'Abdullah Al Bukhariy: "Ini larangan untuk transaksi diluar pasar sebagaimana dijelaskan oleh hadits 'Ubaidullah".[15]
h.      Hadir al-Ibad yaitu monopoli dengan tujuan harga yang tinggi
حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ صَبَّاحٍ حَدَّثَنَا أَبُو عَلِيٍّ الْحَنَفِيُّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَبِيعَ حَاضِرٌ لِبَادٍ وَبِهِ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ
"Telah menceritakan kepada 'Abdullah bin Shabbah telah menceritakan kepada kami Abu 'Ali Al Hanafiy dari 'Abdurrahman bin 'Abdullah bin Dinar berkata, telah menceritakan dari 'Abdullah bin 'Umar radliallahu 'anhu berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang orang kota menjual untuk orang desa": Hadits ini telah dikomentari oleh Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma."[16]
i.        Najsy yaitu membeli barang karena mendengar akan naik lalu dijual dengan harga yang tinggi ketika harga sudah naik
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ عَنْ مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ النَّجْشِ
"Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id dari Malik dari Nafi' dari Ibnu Umar, Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam melarang (jual beli) najasy (penipuan)."[17]
j.        Ikhtikar yaitu penimbunan gandum atau barang hanya untuk menaikkan harga dengan sengaja. Iman abu Hanifah membatasi hukum pelarangan ini hanya pada gandum, imam Yusuf untuk semua hal yang mana penimbunan itu akan membahayakan kepentingan umum.[18]
حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ عَنْ عَلِيِّ بْنِ سَالِمِ بْنِ ثَوْبَانَ عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدِ بْنِ جُدْعَانَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْجَالِبُ مَرْزُوقٌ وَالْمُحْتَكِرُ مَلْعُونٌ
"Telah menceritakan kepada kami Nashr bin Ali Al Jahdlami telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Telah menceritakan kepada kami Isra`il dari Ali bin Salim bin Tsauban dari Ali bin Zaid bin Jud'an dari Sa'id bin Al Musayyab dari Umar bin Khaththab ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Orang yang mencari nafkah itu diberi rizki dan orang yang menimbun itu dilaknat."[19]

Hadist Tentang Jual Beli Dan Riba
A.    Jual-beli
1.      Pengertian Jual-Beli
Jual-Beli dalam bahasa arab terdiri dari dua kata yang mengandung makna berlawanan yaitu Al-Bai’ yang artinya jual dan Asy syira’a yang artinya beli. Dengan demikian, jual beli adalah penukaran harta (dalam pengertian luas) atas dasar saling rela atau tukar menukar suatu benda (barang) yang dilakukan antara dua pihak dengan kesepakatan (akad) tertentu atas dasar suka sama suka.
            Beberapa ulama mendefisinikan Jual beli sebagai berikut :
a.       Menurut ulama hanafiyah, jual beli adalah saling menukarkan harta dengan harta melal   ui cara tertentu. Atau tukar menukar sesuatu yang di ingini dengan yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat
b.      Menurut Said Sabiq, jual beli adalah saling menukar harta dengan harta atas dasar suka sama suka.
c.       Menurut Imam An-Nawawi, jual beli adalah menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan kepemilikan.
d.      Menurut Syafi’iyah, menukar barang dengan barang atau barang dengan jalan melepaskan hak milik yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan.

2.      Hukum Jual-beli
Sebagaimana firman Allah Swt dalam surah Al-Baqarah ayat  275 yang artinya :
” Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”[20]
      Penghalalan jual-beli oleh Allah itu mengandung dua kemungkinan makna, yaitu :Pertama, Allah menghalalkan setiap jual-beli yang biasa di transaksikan manusia dengan sikap saling rela dari keduanya. Ini adalah maknanya yang paling kuat. Kedua,Allah menghalalkan jual-beli apabila tidak dilarang oleh Rosulullah SAW sebagai penerang dari Allah tentang makna yang dia kehendaki.
      Dengan demikian hukum jual-beli itu termasuk hukum mujmal yang telah ditetapkan hukumnya oleh Allah dalam Kitab-Nya dan dijelaskan tata caranya melalui lisan Nabi-Nya. Atau termasuk hukum umum yang dimaksudkan brlaku khusu, lalu Rosulullah SAW menjelaskan apa yang dimaksud kehalalannya serta apa yang diharamkan darinya; atau dia masuk kategori keduanya; atau termasuk hukum umum yang dibolehkan Allah kecuali yang diharamkanNya melalui lisan Nabi-Nya dan sumber hukum yang semakna.[21]
      Makna mana saja diantara makna-makna tersebut, Allah telah mewajibkan manusia berdasarkan apa yang telah ditetapkan-Nya untuk mentaati Rosuullah.[22]

Hadits



“ Dari Rifa’ah bin Rafi sesungguhnya Nabi Saw pernah ditanya, pekerjaan apakah yang paling baik, Rosulullah menjawab : seseorang yang bekerja dengan tangannya sendiri dan tiap-tiap jual beli yang mabrur (dengan cara halal dan baik).
Memperhatikan ayat dan hadits tersebut dapat diambil pengertian bahwa jual beli, berdagang atau membuka jenis-jenis usaha produksi dibidang ekonomi,  dibenarkan bahkan dianjurkan dalam islam.
Syariat Islam menggariskan beberapa hukum jual beli yaitu :
a.       Mubah, artinya jual beli itu boleh, ini merupakan hukum asal jual beli.
b.      Sunnah, yaitu jual beli yang dilakukan terhadap orang yang sangat membutuhkan barang yang diperjualbelikan itu,
c.       Wajib, yaitu menjual harta peninggalan orang tuannya untuk melunasi hutang-hutangnya ketika masih hidup
d.      Haram, yaitu jual beli yang didalamnya terdapat unsur-unsur yang melanggar dari syariat Islam, misalnya : penipuan, mengicuh dan lain sebagainya.




3.      Hadits-hadits tentang Jual-beli
عن عبد الله بن عمر ر ضي ا لله عنهما  عن ر سو ل ا لله صل ا لله عليه و سلا م : أ نه قا ل إ ذ ا تبا يع الر جلا نن فكا ل وا حد منهما با لخيا ر ما لم يتفر قا و كا ن جميعا أو يخير أ حد هما الآ خر فتبا يعا على ذ لك فقد و جب البيع وإن تفرقا بعد أ ن يتبا يعا ولم يتر ك واحد  منهما   البيع فقد و جب البيع

“ Dari Abdullah bin Umar r.a, dari Rosulullah SAW, beliau bersabda,jika dua orang saling berjual-beli, maka masing-masing diantara keduannya mempunyai hak pilih selagi keduanya belum berpisah, dan keduanya sama-sama mempunyai hak, atau salah seorang diantara keduanya memberi pilihan kepada yang lain lalu kedua nya menetapkan jual beli atas dasar pilihan itu maka jual beli menjadi wajib.”
“ Ada hadis yang semakna dari hadist Hakim bin Hizam, dia berkata, Rosulullah SAW bersabda, dua orang yang berjual beli mempunyai hak pilih selagi belum berpisah, atau beliau bersabda, Hingga keduannya saling berpisah, jika keduannya saling jujur dan menjelaskan, maka keduannya saling menyembunyikan dan berdusta, maka barakah jual beli itu dihapuskan.”[23]
أخرج البخا ر ي ومسلم عن ابن عمر أن رسو ل الله صل الله عليه و سلم نهى عن بيع الثمر ة حتى يبد و صلا خها ونهى البا ئع والشتر ي
“Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW. Malarang menjual buah sehingga tampak kalayaknya, Rasulullah saw. Melarang menjual Dan pembelinya”
و أخر ج مسلم عن أبى هر يرة قا ل:قا ل ر سو ل الله صل الله عليه وسلم: لا تبتا عوا الثما ر حتي يبدو صلا حها
“Diriwayatkan oleh muslim dan abu hurairah, ia berkata “Rasulullah SAW. Bersabda Janganlah kalian menjual buah buahan sehingga tampak kalayaknya.”[24]


Makna Jual-beli dalam satu jual beli
عن أبى هر ير ة قا ل :نهى ر سو   ل الله صلى ا لله عليه و سلم عن يبعتين في بيعة
“Dari Abu Hurairah r.a ia berkata : Rosulullah SAW  melarang dua jual beli dalam satu jual beli.” (HR. Tirmidzi)
Adapun larangan mengambil hasil Penjualan Anjing, Pelacuran, dan Upah perdukunan
عن أبي مسعو د الأ نصر ي ر ضي الله عنه : أن ر سو ل الله صلى الله عليه و سلم نهى عن ثمن الكلب و مهر البغي وحلو ا ن الكاهن (مسلم:ه/ ه  )
“Dari Abu Mas’ud AlAnshar RA, bahwa rasulullah SAW melarang (untuk mengambil dan memanfaatkan) hasil penjualan anjing hasil pelacuran dan upah pendukunan.” {Muslim:5/35}
Larangan Mengambil Hasil Penjualan Kucing
عن أ بي الز ير قال :سأ لت جا برا رضى الله عنه : عن ثمن الكلب و لسنو ر, قا ل : ز جر النبي صلى الله عليه و سلم عن ذ لك(مسلم :ه/ه  )
“Dari Abu Zubair ia berkata, saya pernah bertanya kepada jabir RA tentang hasil penjualan anjing dan kucing, lalu ia menjawab “Sesungguhnya Rasulullah melarang semua itu” {Muslim 5/35}

B.     RIBA
1.      Pengertian Riba
Riba menurut Kamus bahasa arab berarti penambahan, pertumbuhan, kenaikan dan ketinggian, kelebihan. Kata riba juga telah dicakup dalam kata Usury dalam bahasa inggris. Usury diartikan dalam bunga yang terlalu tinggi atau berlebihan.
Secara etimologis, riba berarti perluasan, pertambahan dan pertumbuhan. Baik berupa tambahan material maupun inmaterial, baik dari jenis barang itu sendiri maupun dari jenis lainnya. Pada masa pra-islam, kata riba menunujukkan suatu jenis transaksi bisnis tertentu, dimana transaksi tersebut mengindentifikasikan jumlah tertentu dimuka (fixed amount) terhadap modal yang digunakan. Secara garis besar riba terjadi pada utang-piutang dan jual beli
Beberapa para fiqh berpendapat tentang riba :
a.       Menurut Al-Mali pengertian riba adalah akad yang terjadi atas pertukarana barang atau komoditas tertentu yang tidak diketahui perimbangan menurut syara’, ketika berakad atau mengakhiri penukaran kedua belah pihak atau salah satu dari keduannya.
b.      Menurut Abdul rahman Al-Jaziri, pengertian riba adalah  akad yang terjadi dengan pertukaran tertentu, tidak diketahui sama atau tidak menurut syara’ atau terlambat salah satunya
c.       Menurut Syeikh Muhammad Abduh bahwa riba  ialah penambahan-penambahan yang diisyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya(uangnya), karenan pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan.
 Riba menurut syaria’at dalam Al-Qur’an, Allah berfirman :
 “ Orang-orang yang memakan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan Jual-beli dan mengharamlan riba.....” (Al-Baqarah :275)[25]
Selain itu juga Allah berfirman :
 “ Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.....”(Al-Baqarah : 276).
Dan Allah juga berfirman :“Dan tinggalkan lah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang yang beriman. Jika kalian tidak mengerjakannya (meninggalkan riba ), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rosul-Nya akan memerangi kalian ” ( al-Baqarah : 278-279)[26]
Adapun dalil yang terkait dengan perbuatan Riba, ini berdasarkan Al-Qur’an. Diantara ayat tentang riba sebagai berikut.
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan .” ( Q.S Ali Imran :130)

“ Dan sesuatu Riba (tambahan ) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalannya). (QS. Ar-Rum:39).
2.       Hadist tentang Riba
عن أ بي سعيد الاخد ر ي قال ر سو ل الله صلى الله عليه و سلم الذ هب ب لذ هب وا لفضة  ب لفضة و البر ب لبر و الشعر بالشعر و لتمر بالتر و الملح بالملح مثلا بمثل يد ا بيد فمن ز اد بيد فمن زا د او استز اد فقد ار بى الا خد و المعطى فيه سوا ء
“Diriwaytkan oleh Ibnu Sa’id al-khudry bahwa Rosulullahbersabda : “emas hendaklah dibayar dengan emas. Perak hendaklah dibayar dengan perak. Gandum dengan gandum, tepung dengan tepung, kurma dengan kurma, garam dengan garam, bayaran harus dari tangan ketangan(cash), barang siapa pemberi tambahanatau memiliki(penerima) tambahan, sesungguhnya ia telah berurusan dengan riba, penerima dan pemberi sama-sama salah”. (HR. Muslim)[27]
3.      Hukum Riba
Riba hukumnya haram dan Allah melarangnya sebagaimana yang telah dijelaskan diatas dalm surah Al-Baqarah ayat 275.
“ Orang-orang yang memakan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan Jual-beli dan mengharamlan riba.....”(QS. Al-baqarah:2(275) 
 “Dari Jabir r.a. Rosulullah telah melaknat (mengutuk) orang yang memakan Riba, wakilnya, penulisnya, dan dua saksinya.” (HR. Muslim).[28]
“ Dari Abdullah Ibnu Mas’ud r.a bahwa Nabi SAW bersabda : “ Riba itu mempunyai 73 pintu, yang paling ringan ialah seperti seorang laki-laki menikahi ibunya dan Riba yang paling berat ialah merusak kehormatan seorang Muslim.”(HR. Ibnu Majah)
Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan”. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah itu? Beliau bersabda: “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan haq, memakan riba, makan harta anak yatim, kabur dari medan peperangan dan menuduh seorang wanita mu’min yang suci berbuat zina”. (Bukhari, Bab Ramyul Muhsanat, No. 6351)
“Dari Ibnu Mas’ud dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Tidaklah seseorang yang memperbanyak riba, melainkan akhir perkaranya akan merugi”. (Ibn Majah, bab Taglidh fir riba, no 2270).



3

No comments:

Hadist ekonomi

HADIST EKONOMI HADIST EKONOMI NILAI-NILAI DASAR EKONOMI ISLAM NAMA : AMBRAN DIGAS RENANDO NIM : 931405116 DOSEN PENGAMPU : ANA FADHIL...